Jumat, 12 Desember 2014

The Soldier in Memorial : MIRSA ANANTO

Sabtu, 6 September 2014

Sebuah pesan masuk ke gadget penulis subuh itu..... komandan batalyon memberi tugas : survey ke beberapa lokasi di seputar kota Malang untuk sebuah perhelatan besar bulan depan.

Ditemani seorang kawan, jam 8 pagi kami sudah berada di lokasi pertama di gerbang kota dingin tersebut. Meeting pun digelar, beberapa point disepakati, beberapa lagi ditandai untuk follow up, masih memerlukan banyak persiapan ....... dan...... bip, bip..... gadget berbunyi .....

Sang kawan terhenyak. Tangan nya gemetar, bibirnya bergetar ketika bergumam...... "Teman kita meninggal....... "


Mirsa Ananto.....

Terdiagnosa terkena serangan jantung, Mirsa Ananto sempat menyeruput teh panas yang disediakan istrinya sembari berbaring di sofa,  sebelum mengambil air wudhu untuk menjalankan sholat subuh di pagi hari itu.

Menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan sang istri, dalam usia yang masih tergolong muda, 47 tahun, Mirsa Ananto meninggalkan seorang anak gadis yang masih terdaftar sebagai siswi SMPN 3 Malang.


Menjabat tangannya untuk kali pertama setelah puluhan tahun berpisah, penulis sempat mundur beberapa langkah ke belakang. Hitam, kumuh, seram, menakutkan, dengan dialek khas malangnya, nggak beda ama para berandalan di jalan. Namun mengenal pribadi nya lebih dalam, ternyata sanggup menepis semua anggapan negatif tentang seorang Mirsa Ananto.


Lelaki ini dikenal sebagai pribadi yang taat beribadah, pandai mengaji, aktif di dalam berbagai
kegiatan masjid, berjiwa sosial tinggi, dan suka menolong. Penggulung dinamo ini sering terlihat sibuk membuka / menutup pintu air untuk mencegah air hujan meluap ke dalam lingkungan tempat tinggalnya, bahkan di tengah hujan deras sekalipun.

"Aku sering berjalan di derasnya hujan, agar orang lain tidak tahu aku sedang menangis"  status nya satu kali di whatsapp, menunjukkan siapa sebenarnya Mirsa Ananto itu.

Rasa cintanya pada putri tunggalnya yang sudah menginjak usia remaja, sanggup mengalahkan rasa sakit yang dirasakannya sehari sebelum malaikat menjemputnya. Dengan sepeda motornya, seperti biasa, lelaki ini masih mengantarkan anak sematawayangnya itu ke sekolah, dan menjemputnya sendiri ketika sekolah usai.



Mirsa Ananto.....

Terlalu singkat waktu mu bagi kami
Tanpa kau beri kami kesempatan
'tuk menangis bersamamu

Terlalu dalam kenangan yang kau tinggalkan
Tanpa kau beri kami tombol DEL di memori kami




Namun perjuanganmu telah selesai, soldier
Garis finish telah kau capai....
Ternyata Sang Pencipta lebih menyayangimu ketimbang kami
Dan kami nggak sanggup menahanmu

Temuilah Penciptamu, sahabat......
Dan katakan pada Nya........
"Ijinkan aku beristirahat di sisiMu, Tuhan ..... karena aku sudah lelah........"



We love you, soldier..... we always love  you......






3 komentar:

  1. Forever in my mind ... RIP Mirsa Ananto we love you ... But God really love you.

    BalasHapus
  2. Cinta Tuhan ke Abah lebih besar dari cinta kami ke Abah ..... We love you, Abah....

    BalasHapus