Rabu, 29 April 2015

Bakso Malang's Special Taste


OSKAB  NGALAM, JES.... !

Bakso...?  
Woow... Mau dooong ! Siapa sih yang nggak pingin..... 

Siapa sih orangnya yang nggak ngiler.... Mungkin orang yang lagi sakit gigi ‘kali ya ? .....atau yang sedang sakit hati ? 

Hahaha..... Lha kok malah kayak lagunya bang Meggy Z ? Nggak dua dua nya deh !

Mendingan ngebakso aja yuk.... 
Lihat tuh, si pentol ‘dah nggodain. Merayu dari balik kuah yang menebar aroma harumnya kaldu. Hmmm.... mak cleguk ))) 

Dengan taburan bawang goreng dan hijaunya daun bawang semakin menambah selera dan pesona si pentol.... Menghipnotis.... Semakin jauh.... Semakin dalam.... cleguk, cleguk.


Beruntunglah bagi yang tinggal di Malang.... kota yang identik dengan bakso. The kingdom of bakso. Surganya bakso. 

Cukup banyak bakso yang sudah terkenal dan memiliki tempat berjualan alias mangkal, seperti Bakso Kedawung (sayang sekali bakso ini sudah tidak eksis lagi), Bakso Presiden, Bakso Kota Cak Man, Bakso Solo, Bakso Bakar Pak Man, Bakso Damas, Bakso Urat ataupun yang lainnya.


Disamping yang manggrok, ada juga yang keliling. Yang ider (dengan memakai rombong) alias nggledek tak terhitung banyaknya. 
Dengan ciri khasnya masing masing dan terkenal di daerah jualannya sendiri sendiri.

Di tempat saya misalnya, ada Bakso Ateng. Nggak tahu kenapa kok dinamakan demikian. 
Padahal orangnya yang jualan nggak ada miripnya dengan almarhum pelawak Ateng lho...., cuman sama sama pendek aja. Hihihi.... Ono ono wae carane ben laris dodolane.


Penyajian dengan cara lama alias beningan dalam perjalanannya mengalami perkembangan. 

Tidak melulu kuah dengan isian bakso namun ada yang menambahkan soun, kecambah atau irisan daun sla. 

Kalau memang suka ya monggo ditambahkan biar tambah nano nano.... biar tambah rame rasanya. Biar tambah gembul, hehehe....


Bagi saya, kuah sebagai soulmate bakso tidak boleh diremehkan. 
Kelezatan bakso tidak semata mata ditentukan oleh bakso itu sendiri (empuknya pas dan terasa daging sapinya) namun juga ditunjang oleh citarasa kuahnya.


Kuah yang nggak bikin eneg (karena kebanyakan tambahan penyedap), lantas ngaldu nya pas sehingga sampai suapan terakhir nggak bikin blenger. 

Kuah yang miroso ini yang bisa bikin ketagihan. Nggak jauh jauh teman saya yang “maniak” bakso. Begitu bakso habis dimakan dan tersisa kuahnya.... 

Hehehe.... Dia langsung minum kuah dari mangkoknya saking nggak sabarnya kalau harus menyuap sendok demi sendok.Ya ampyuuun.... Opo tumon ?


Baksonya sendiri pun juga mengalami modifikasi dari bentuk asalnya. Dari yang  semula berupa murni bulatan daging sapi ditambahkan isian telor puyuh, keju ataupun yang ekstrim berupa irisan cabe. 

Ini yang melahirkan spesies baru, yakni bakso ranjau atau ada juga yang menyebutnya bakso mercon. Nah ini dia ada lagi.... lain daripada yang lain.

Bakso yang tidak selalu disajikan setiap hari tetapi hanya pada hari hari tertentu saja. Bakso yang bikin “geregetan” karena harus nunggu lagi buat menikmatinya. Namanya bakso sumsum. 

Sesuai dengan namanya, ada isian sumsum sapi di dalamnya. Begitu di gigit.... wuiiih, sumsum nya fren, sumsum nya.... langsung meleleh ! Lembut nan gurih membelai lidah. Bakso yang penuh sensasi....


Dia memang penuh dengan pesona. Memukau.
Mampu menyihir siapa saja yang memandang untuk menghampiri   dan menikmatinya.

Dari bentuknya yang mungil (bakso kerikil ) sampai yang segede kepalan tangan (bakso jumbo/bal tenes ). Dari penyajian yang berkuah hingga keringan (bakso bakar). Dinikmati dengan kuah beningan atau kuah nya dicampur jadi satu dengan saus tomat dan sambalnya....

Itu semua tidak mengurangi enak dan nikmatnya. 
Kane lop, ker !  

2 komentar:

  1. Bakso Raos becak merah sekitaran kawi asalnya favorit ku, masih eksis apa nggak yah?

    BalasHapus