Berbicara tentang borobudur memang tidak ada habisnya. Candi Borobudur, sebuah candi yang
merupakan peninggalan penganut agama Budha Mahayana yang dibangun pada
masa Wangsa Syailendra.
Menilik
dari namanya, borobudur ini berasal dari bahasa Sansekerta bara dan beduhur.
Bara mempunyai arti candi atau biara sedangkan beduhur berarti tempat yang
tinggi. Dengan demikian dapat diartikan bahwa borobudur adalah tempat ibadah
yang berada di tempat yang tinggi (perbukitan).
Beradasarkan bukti-bukti
sejarah dahulunya tempat tersebut merupakan tempat ibadah/meditasi penganut
agama Budha yang masyhur.
Keberadaan
candi ini sempat terlupakan selama berabad-abad oleh karena lama tidak
dipergunakan ditambah bangunan candi tertutup debu vulkanik akibat letusan
gunung berapi. Sebuah kondisi yang sungguh memprihatinkan.
Adalah Sir Thomas Stamford Raffles yang akhirnya
menemukan keberadaan candi tersebut. Dan berkat usahanya pula maka candi ini
mendapat perhatian dunia. Kini candi Borobudur ditetapkan sebagai salah satu World Heritage
Site oleh
UNESCO.
Sebagai candi terbesar di Indonesia, menjadikannya
sebagai salah satu tujuan wisata favorit. Tidak
saja bagi turis domestik seperti saya ini tetapi juga wisatawan mancanegara.
Candi ini juga
menjadi pusat ibadah penganut Buddha di Indonesia dan mancanegara pada setiap
perayaan Trisuci Waisak berlangsung.
Ada aturan untuk mengunjungi candi.
Para pengunjung yang telah dewasa diharuskan
memakai kain sarung yang telah disediakan, gratis.
Untuk memasuki candi melalui tangga sebelah timur.
Berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam
melalui lorong candi (pradaksina) tingkat demi tingkat hingga mencapai
tingkat tertinggi.
Untuk menghemat tenaga sembari menikmati indahnya panorama para pengunjung bisa memanfaatkan jasa kereta kelinci yang akan mengantar hingga depan pintu masuk candi, cukup dengan membayar Rp.7500,-
Menyaksikan bangunan candi membuat
saya tiada habisnya untuk berdecak kagum.
Saya tidak habis pikir bagaimana cara membangunnya. Bayangkan, ternyata setiap batu di bangunan candi ini disambung tanpa menggunakan bahan perekat atau semen .
Batu-batu tersebut hanya disambung berdasarkan suatu pola tertentu dan lantas ditumpuk ! Luar biasa. It’s so amazing. Sebuah mahakarya yang tiada duanya.
Tumpukan
balok-balok batu besar yang mampu membuat siapa saja yang datang akan berusaha
untuk bisa mencapai tingkat yang paling atas.
Padahal candi ini memiliki 10
tingkat dengan ketinggian sekitar 40 m.
Di setiap tingkat terdapat beberapa
stupa dengan patung Budha di dalamnya.
Stupa utama yang terbesar terletak di tingkat paling atas. Berada
di tengah-tengah dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang
yang di dalamnya terdapat patung Budha duduk bersila dengan sikap tangan
Dharmachakramudra (memutar roda dharma).
Bisa
dibayangkan betapa tinggi dan juga menguras tenaga untuk mencapai puncaknya,
terutama dengan cuaca yang cukup panas seperti ini. Menjelang tengah hari saat mentari
bersinar dengan teriknya. Peluh bercucuran plus bonus tenggorokan kering,
seperti yang saya alami saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar